Kelas X
KD 3.2 menganalisis uud 45 dalam kehidupan
berbabangsa dan bernegara.
"Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang".
(Pasal 25A UUD 1945)
Mengamati Peta Indonesia
Wilayah negara merupakan daerah atau lingkungan yang menunjukkan batas batas suatu negara, dimana dalam wilayah tersebut negara dapat melaksanakan kekuasaanya, menjadi tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat untuk mengorganisir dan menyelenggarakan pemerintahannnya.
Macam – macam Wilayah Negara
Wilayah negara mencakup:
a. Daratan
Penentuan batas-batas suatu wilayah daratan, baik yang mencakup dua negara atau lebih, pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat. Misalnya:
· 1) Traktat antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891 menentukan batas wilayah Hindia Belanda di Pulau Kalimantan.
· 2) Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu dengan Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973.
b. Lautan
Pada awalnya, ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah lautan, yaitures nullius dan res communis.
· 1). Res nullius adalah konsepsi yang menyatakan bahwa laut itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini dikem-bangkan oleh John Sheldon (1584 - 1654) dari Inggris dalam buku Mare Clausum atau The Right and Dominion of The Sea.
· 2). Res communis adalah konsepsi yang beranggapan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini kemudian dikembangkan oleh Hugo de Groot (Grotius) dari Belanda pada tahun 1608 dalarn buku Mare Liberum (Laut Bebas). Karena konsepsi inilah, kemudian Grotius di anggap sebagai bapak hukum internasional.
Dewasa ini, masalah wilayah lautan telah memperoleh dasar hukum yaitu Konferensi Hukum Laut Internasional III tahun 1982 yang diselenggarakan oleh PBB atau United Nations Conference on The Law of The Sea (UNCLOS) di Jamaica. Konferensi PBB itu ditandatangani oleh 119 peserta dari 117 negara dan 2 organisasi kebangsaan di dunia tanggal 10 Desember 1982.
Dalam bentuk traktat multilateral, batas-batas laut terinci sebagai berikut :
a. Batas Laut Teritorial
Setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut teritorial yang jaraknya sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.
b. Batas Zona Bersebelahan
Sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial atau 24 mil dari pantai adalah batas zona bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak yang melanggar undang-undang bea-cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.
c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut dari suatu negara pantai yang batasnya 200 mil laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai yang bersangkutan berhak menggali kekayaan alam lautan serta melakukan kegiatan ekonomi tertentu. Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas wilayah itu, serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah lautan itu. Negara pantai yang bersangkutan berhak menangkap nelayan asing yang kedapatan menangkap ikan dalam ZEE-nya.
d. Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini negara pantai boleh mengadakan eksplorasi dan eksploitasi, dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.
c. Udara
Pada saat ini, belum ada kesepakatan di forum internasional mengenai kedaulatan di ruang udara. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang kemudian diganti oleh pasal 1 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara di atas wilayahnya. Mengenai ruang udara (air space), di kalangan para ahli masih terjadi silang pendapat karena berkaitan dengan batas jarak ketinggian di ruang udara yang sulit diukur. Sebagai contoh, Indonesia, menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1982 menyatakan bahwa wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo-stationer adalah 35.761 km. Sebagai acuan, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai batas wilayah udara.
b. Van Holzen Dorf
Holzen menyatakan bahwa ketinggian ruang udara adalah 1.000 meter dari titik permukaan bumi yang tertinggi.
Di samping pendapat para ahli tentang batas wilayah udara ada beberapa teori tentang konsepsi wiiayah udara yang dikenal pada saat ini. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut;
a. Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory
Penganut teori ini terbagi dalam dua aliran, yaitu kebebasan ruang udara tanpa batas dan kebebasan udara terbatas.
1) Kebebasan ruang udara tanpa batas. Menurut aiiran ini, ruang udara itu bebas dan dapat digunakan oleh siapa pun. Tidak ada riegara yang mempunyai hak dan kedaulatan di ruang udara,
2) Kebebasan udara terbatas, terbagi menjadi dua. Hasil sidang Institute de Droit International pada sidangnya di Gent (1906), Verona (1910) dan Madrid (1911).
· a) Setiap negara berhak mengambil tindakan tertentu untuk memeiihara keamanan dan keselamatannya.
· b) Negara kolong (negara bawah, subjacent state) hanya mempunyai hak terhadap wilayah / zona teritorial.
b. Teori Negara Berdaulat di Udara (The Air Sovereignity)
Ada beberapa teori yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara harus terbatas.
· 1) Teori Keamanan. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara mempunyai kedaulatan atas wilayah udaranya sampai yang diperlukan untuk menjaga keamanannya. Teori ini dikemukakan oleh Fauchille pada tahun 1901 yang menetapkan ketinggian wiiayah udara adalah 1.500 m. Namun pada tahun 1910 ketinggian itu diturunkan menjadi 500 m.
· 2) Teori Pengawasan Cooper (Cooper's Control Theory). Menurut Cooper (1951), Kedaulatan negara ditentukan oleh kemampuan negara yang bersangkutan untuk mengawasi ruang udara yang ada di atas wilayahnya secara fisik dan ilmiah,
· 3) Teori Udara (Schacter). Menurut teori ini, wiiayah udara itu haruslah sampai suatu ketinggian di mana udara masih cukup mampu mengangkat (mengapungkan) balon dan pesawat udara.
d. Daerah Ekstrateritorial
Daerah Ekstrateritorial adalah daerah atau wilayah kekuasaan hukum suatu negara yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Negara lain. Berdasarkan hukum internasional yang mengacu pada hasil Reglemen dalam Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun 1818, pada perwakilan diplomatik setiap negara terdapat daerah ekstrateritorial.
Di daerah ekstrateritorial berlaku larangan bagi alat negara, seperti polisi dan pejabat kehakiman, untuk masuk tanpa izin resmi pihak kedutaan. Daerah itu juga bebas dari pengawasan dan sensor terhadap setiap kegiatan yang ada dan selama di dalam wilayah perwakilan tersebut.
Daerah ekstrateritorial dapat juga diberlakukan pada kapal-kapal laut yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera suatu negara tertentu.
Batas Wilayah Negara
Penentuan batas wilayah negara, baik yang berupa daratan dan atau lautan (perairan), lazim dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat) bilateral serta multilateral. Batas antara satu negara dengan negara lain dapat berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan, atau lembah) dan batas buatan, misalnya pagar tembok, pagar kawat berduri, dan tiang-tiang tembok. Ada juga negara yang menggunakan batas menurut geofisika berupa garis lintang.
Batas suatu wilayah negara yang jelas sangat penting artinya bagi keamanan dan kedaulatan suatu negara dalam segala bentuknya. Kepentingan itu juga berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan alam, baik di darat maupun di laut, pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pemberian status orang-orang yang ada di dalam negara bersangkutan.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perbatasan darat dengan 3 (tiga) negara tetangga (Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste) serta 11 perbatasan laut dengan negara tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Federal State of Micronesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia).
Adapun perbatasan udara mengikuti perbatasan darat dan perbatasan teritorial laut antar negara. Hingga saat ini penetapan batas dengan negara tetangga masih belum semua dapat diselesaikan. Permasalahan penetapan perbatasan negara saat ini masih ada yang secara intensif sedang dirundingkan dan masih ada yang belum dirundingkan. Kondisi situasi demikian menjadi suatu bentuk ancaman, tantangan, hambatan yang dapat mengganggu kedaulatan hak berdaulat NKRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar